Senin, 23 Januari 2017

Sejarah Bumi Bulat dalam Peradaban Islam



Bumi serta segala isinya merupakan bidang kajian yang menarik perhatian para ilmuwan Islam di era keemasan. Peradaban Islam terbukti lebih awal menguasai ilmu bumi dibandingkan masyarakat Barat.

Ketika Eropa terkungkung dalam 'kegelapan' dan masih meyakini bahwa bumi itu datar, para sarjana Muslim pada abad ke-9 M telah menyatakan bahwa bumi bundar seperti bola.


Wacana bentuk bumi bundar baru berkembang di Barat pada abad ke-16 M. Adalah Nicoulas Copernicus yang mencetuskannya. Di tengah kekuasaan Gereja yang dominan, Copernicus yang lahir di Polandia melawan arus dengan menyatakan bahwa seluruh alam semesta merupakan bola. Sejarah Barat kemudian mengklaim bahwa Copernicus-lah ilmuwan pertama yang menggulirkan terori bumi bulat.



Klaim Barat selama berabad-abad itu akhirnya telah terpatahkan.


Sejarah kemudian mencatat bahwa para sarjana Islam-lah yang mencetuskan teori bentuk bumi itu. Para sejarawan bahkan memiliki bukti bahwa Copernicus banyak terpengaruh oleh hasil pemikiran ilmuwan Islam. Para sejarawan  sains sejak tahun 1950-an mengkaji hubungan Copernicus dengan pemikiran ilmuwan Muslim dari abad ke-11 hingga 15 M.


Hasil penelitian yang dilakukan  Edward S Kennedy dari  American University of Beirut  menemukan adanya kesamaan antara matematika yang digunakan Copernicus untuk mengembangkan teorinya dengan matematika yang digunakan para astronom Islam –dua atau tiga abad sebelumnya. Copernicus ternyata banyak terpengaruh oleh astronom Muslim seperti  Ibn al-Shatir (wafat 1375), Mu'ayyad al-Din al-'Urdi (wafat 1266) dan Nasir al-Din al-Tusi (wafat 1274).


Seperti halnya peradaban Barat, masyarakat Cina yang lebih dulu mencapai kejayaan dibandingkan dunia Islam pada awalnya meyakini bahwa bumi itu datar dan kotak. Orang Cina baru mengubah keyakinannya tentang bentuk bumi pada abad ke-17 M – setelah berakhirnya era kekuasaan Dinasti Ming.  Sejak abad itulah, melalui risalah yang ditulis  Xiong Ming-yu berjudul Ge Chi Cao wacana bentuk bumi  bundar seperti bola mulai berkembang di Negeri Tirai Bambu.



Perhitungan bentuk bumi bulat bola jaman khalifah Islam


Beberapa abad sebelum dua peradaban besar itu mulai mengakui bahwa bentuk  bumi bundar, dunia Islam telah membuktikannya. Di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Ma'mun, pada tahun 830 M,  Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi beserta para astronom lainnya telah membuat peta globe pertama. Tak hanya itu, para sarjana Muslim di era itu juga mampu mengukur volume dan keliling bumi.


Saat itu, para astronom Muslim menyatakan bahwa keliling bumi mencapai  24 ribu mil atau  38,6 ribu kilometer. Perhitungan yang dilakukan pada abad ke-9 itu hampir akurat. Sebab, hanya berbeda 3,6 persen dari perkiraan yang dilakukan para ilmuwan di era modern. Sebuah pencapaian yang terbilang luar biasa dan mungkin belum terpikirkan oleh peradaban Barat pada masa itu.


Atas permintaan Khalifah Abbasiyah ketujuh itu, para astronom Muslim sukses mengukur jarak antara Tadmur (Palmyra) hingga Al-Raqqah di Suriah.  Para sarjana Muslim itu menemukan fakta bahwa kedua kota itu ternyata hanya terpisahkan oleh satu derajat garis lintang dan jarak kedua kota itu mencapai 66 2/3 mil.


Pada abad ke-10 M, ilmuwan Muslim bernama Abu Raihan Al-Biruni (973-1048) juga mengukur jari-jari  bumi. Menurutnya, jari-jari bumi itu mencapai 6339,6 kilometer. Hal pengukurannya itu hanya kurang 16,8 kilometer dari nilai perkiraan ilmuwan modern. Saat itu, Al-Biruni  mengembangkan metode baru dengan menggunakan perhitungan trigonometri yang didasarkan pada sudut antara sebuah daratan dengan puncak  gunung.


Teori bentuk bumi bundar seperti bola juga dinyatakan geografer dan kartografer (pembuat peta)  Muslim dari abad ke-12 M, Abu Abdullah Muhammad Ibnu Al-Idrisi Ash-Sharif. Pada tahun 1154 M, Al-Idrisi – ilmuwan dari Cordoba --  secara gemilang sukses membuat peta bola bumi alias globe dari perak. Bola bumi yang diciptakannya itu memiliki berat sekitar 400 kilogram.


Dalam globe itu, Al-Idrisi menggambarkan enam benua dengan dilengkapi jalur perdagangan, danau, sungai, kota-kota utama, daratan serta gunung-gunung. Tak cuma itu, globe yang dibuatnya itu juga sudah memuat informasi mengenai jarak, panjang dan tinggi secara tepat. Guna melengkapi bola bumi yang dirancangnya, Al-Idrisi pun menulis buku berjudul Al- Kitab al-Rujari atau Buku Roger yang didedikasikan untuk sang raja


Penjelajah asal Spanyol, Cristhoper Columbus pun membuktikan kebenaran teori yang diungkapkan Al-Idrisi. Berbekal peta yang dibuat Al-Idrisi, Columbus mengelilingi bumi dan menemukan Benua Amerika yang disebutnya 'New World'. Padahal, bagi para penjelajah Muslim benua itu bukanlah dunia baru, karena telah disinggahinya beberapa abad sebelum Columbus. Dalam ekspedisi yang dilakukannya itulah, Columbus meyakini bahwa bentuk bumi adalah bulat.


Secara resmi, para sarjana Muslim telah mengelaurkan kesepakatan bersama dalam bentuk ijma tentang bentuk bumi bundar. Teori bentuk bumi bulat diyakini oleh Ibnu Hazm (wafat 1069), Ibnu Al-Jawi (wafat 1200) dan Ibnu Taimiyah (wafat 1328). Penegasan ketika tokoh Islam itu untuk memperkuat hasil penelitian dan penemuan yang dicapai astronom dan matematikus Muslim.


Secara sepakat,  Abul-Hasan ibnu al-Manaadi, Abu Muhammad Ibnu Hazm, and Abul-Faraj Ibnu Al-Jawzi  telah menyatakan bahwa  bentuk bumi adalah bundar (istidaaratul-aflaak).  Ibnu Taimiyah melandaskannya pada Alquran surat Az-Zumar ayat 5. Allah SWT berfirman: "...Dia memutarkan malam atas siang dan memutarkan siang atas malam..."


Selain itu, para ulama juga berpegang pada Surat Al-Anbiyaa ayat 33. Allah SWT berfirman,” Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar (falak) di dalam garis edarnya.” Kata “falak' dalam ayat itu, menurut para ulama, berarti bundar. Ibnu Taimiyah secara tegas kemudian menyatakan bahwa bentuk bumi bulat seperti bola.


Penegasan bentuk bumi bundar juga dinyatakan  Abu Ya'la  dalam karyanya berjudul  Tabaqatal-Hanabilah. Dalam kitab itu, Abu Ya'la mengutip sebuah ijma para ulama Muslim yang  bersepakat bahwa bentuk bumi itu bundar. Ijma itu diungkapkan oleh generasi kedua – murid-murid para sahabat Nabi Muhammad SAW.


Ilmuwan terkemuka  Ibnu Khaldun (wafat 1406) dalam kitabnya yang fenomenal berjudul Muqaddimah, juga menyatakan bahwa bumi itu seperti bola. Pendapat itu diperkuat oleh  Imam Ibnu Hazm Rohimahulloh dalam al-Fishol fil Milal wan Nihal. Menurutnya,  tak ada satupun dari 'ulama kaum muslimin -- semoga Allah meridhoi mereka -- yang mengingkari bahwa Bumi itu bundar dan tidak dijumpai bantahan atau satu kalimat pun dari salah seorang dari mereka.


Dengan meyakini bahwa bentuk bumi itu bundar, para sarjana Muslim  kemudian menetapkan sebuah cara untuk menghitung jarak dan arah dari satu titik di bumi ke Makkah. Melalui cara itulah, arah kiblat ditentukan.


http://www.islamicweb.com/
Bumi Bulat Bola Berdasarkan Alquran
Salah satu dinamika dunia internet adalah munculnya ‘paham‘ atau teori “Bumi Datar” (Flat Earth, flatearth)Kepercayaan “Bumi Datar” ini memperoleh popularitas dengan pernyataan bahwa semua yang kita pelajari di sekolah-sekolah bahwa bentuk bumi adalah bulat hanyalah buah dari konspirasi dan bertentangan dengan logika penglihatan. Sebagian dari penganut faham bumi datar ini juga mengacu kepada Al Qur’an yang menurut mereka juga menyatakan bahwa bentuk bumi adalah datar (flat earth).

Foto bumi dari luar angkasa,
dari stasiun ruang angkasa
ISS memperlihatkan bentuk muka bumi yang bulat. 

Allah menjadikan Bumi sebagai Hamparan

Benar, ada beberapa ayat al Qur’an yang menyatakan bahwa Allah menjadikan bumi ini sebagai hamparan. Contohnya:
  • [Adz-Dzariyat (51): 48] Dan bumi itu Kami hamparkan (farasynaha), maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami).
  • [Al-Baqarah (2): 22] Yang menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan (firasya)…
  • [Al Hijr (15): 19] Dan Kami telah menghamparkan bumi (madadnaha) dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Juga di surat Ar-Ra’du (13):3 dan Qaf (50):7.
  • [Nuh (71): 19] Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan (bisatho).
  • [An-Naba’ (78): 6] Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? (mihada).
  • [An-Nazi’at (79): 30] Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya (dahaha).
  • [Al-Ghasyiyah (88): 20] Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (suthihat).
  • [Asy-Syams (91): 6] dan bumi serta penghamparannya (thohaha).
Terlihat bahwa Allah menggunakan beberapa kata (farasy, madad, bisath, mihad, daha, suthih, thoha) yang diartikan sebagai hamparan. Hamparan bagi kita adalah sesuatu yang datar. Jadi bentuk bumi adalah datar bukan bulat. Demikianlah argumen mereka yang mempercayai faham bumi datar (flat earth).
Benarkah kesimpulan tersebut? Tunggu dulu!
Dalam bahasa Arab, kata datar berhubungan dengan lurus atau sesuatu yang tidak bengkok, dan disebut sebagai: “sawi” atau “almustafi“. Terlihat dari berbagai kata yang digunakan untuk menjelaskan sifat bumi, Allah tidak menggunakan kata datar sama sekali.
Berbagai pilihan kata “hamparan” yang digunakan oleh Allah di berbagai ayat Al Qur’an lebih menekankan penampakan dan fungsi bumi bagi kehidupan manusia. Jelas sekali bagi kita, manusia, yang ukurannya teramat mungil dibandingkan dengan bumi yang sangat luas, bahwa muka bumi ini tampak seperti hamparan. Banyak dataran yang luas di mana sebagian kecilnya ditempati oleh gunung-gunung. Dan lebih banyak lagi lautan yang luas terhampar di depan mata kita. Dengan bentuk permukaan bumi yang demikian, maka manusia menjadi mudah menjelajahi dan tinggal di dalamnya.







Kerak bumi ibarat karpet (firasy) di atas inti bumi yang panas.
Kerak bumi ibarat karpet (firasy) di atas inti bumi yang panas.

Itulah mengapa Allah menyatakan di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 22 yang artinya: Yang menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan (firasya)… Kata firasya juga berarti tikar atau dipan. Artinya bumi dihamparkan agar kita nyaman tinggal di atasnya.
Jika kita hubungkan dengan ilmu geologi, maka kita akan faham bahwa bumi yang kita tinggali ini sebenarnya adalah bola api yang amat besar yang dilapisi oleh kerak bumi setebal belasan kilometer. Kerak bumi ini sangat tipis – ribuan kali lebih tipis – dibandingkan dengan garis tengah bumi. Jadi, kerak bumi Allah ciptakan seolah-olah karpet yang terbentang di atas lelehan magma bumi dan melindungi kita dari panasnya. Inilah hikmah lain dari pemakaian kata “hamparan” (firasy) dalam Al Qur’an mengenai sifat bumi.
Jadi, sekali lagi, bumi sebagai hamparan bukan berarti bentuk bumi datar, melainkan penampakan muka bumi yang terhampar luas di depan manusia dan fungsinya sebagai alas bagi aktifitas manusia.

Al Qur’an Menyiratkan Bentuk Bumi adalah Bulat

Lalu, jika Allah tidak menyatakan bentuk bumi adalah datar, apakah Allah menyatakan bahwa bentuk bumi adalah bulat?
Tidak ada ayat al Qur’an yang secara tekstual secara lahiriyah menyatakan bahwa bumi diciptakan dengan bentuk bulat (sama dengan kenyataan bahwa tidak ada ayat yang secara eksplisit menyatakan bahwa bumi bentuknya datar atau flat earth). Namun ada beberapa ayat yang mengindikasikan atau menyiratkan bahwa bentuk bumi adalah bulat. Hal ini dapat dilihat dari kajian arti kata yang digunakan dalam beberapa ayat yang menerangkan fenomena alam di bumi.
Di surat Az-Zumar (39) ayat 5, Allah berfirman :
[39:5] Dia menciptakan langit dan bumi dengan haq; Dia menutupkan (yukawwiru) malam atas siang dan menutupkan (yukawwiru) siang atas malam …
“Menutupkan” (yukawwiru) dalam ayat di atas secara bahasa arab mengandung pengertian “melapisi sesuatu kepada suatu benda yang bundar“, biasanya dipakai dalam istilah “melilitkan surban di kepala“. Asal katanya adalah “kurah” (كُرَة) yang berarti bola atau benda yang bulat (contohnya seperti kepala). Jadi sekali lagi secara tersirat Allah ingin memberitahukan kepada manusia bahwa bentuk bumi itu adalah bulat.

Foto bumi dan siang malam dari angkasa menunjukkan bentuk bumi bulat.

Dalam surat Ar-Rahmaan (55) ayat 33 yang berbunyi :
[55:33] Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi penjuru (aqthar) langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kewenangan (keahlian / kekuasaan).
Perhatikan bahwa Al-Qur’an menggunakan kata “aqthar” yang diterjemahkan sebagai penjuru (region). Kata “aqthar” ini sendiri dalam bahasa arab mengandung arti diameter atau garis tengah, dan dihadirkan dalam bentuk jamak. Bentuk tunggal dari “aqthar” adalah “quthr”. Suatu bangun tiga dimensi yang memiliki “banyak” diameter adalah elipsoid atau yang cenderung menyerupai itu. Elipsoid merupakan suatu bangun yang bulat menyerupai bola dengan bentuk memipih seperti telur.
Aqthar dalam pembahasan di atas memiliki kaitan dengan kata daha yang disebutkan dalam surat An-Naziat (79) ayat 30:
Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya (dahaha).
Kata Arab “Dahaha” berasal dari kata kerja “daha” yang diturunkan dari kata kerja “dahu” yang dapat berarti membentangkan, mendorong,  melemparkan, menggerakkan. Ibnu Barri mengatakan “Daha al-Ardh” berarti mendorong bumi sehingga bergerak. Juga dapat dilihat berdasarkan asal katanya “dahraj” yang berarti bergerak berputar atau berguling. Disini An-Naazi’at ayat 30 dapat diartikan “Dan sesudah itu bumi Allah gerakkan (didorong sehingga berputar)”.
Bahkan berdasarkan berbagai kamus bahasa Arab, ketika membahas mengenai “dahu” dan turunannya, walaupun memiliki banyak arti seperti membentangkan, mendorong, melemparkan dan menggerakkan, akan tetapi kata-kata kerja itu selalu berkaitan dengan benda yang bentuknya bulat, seperti telur, kerikil, dan mainan berbentuk bulat. Orang yang memiliki perut buncit, disebut perutnya mundahun. Ibu kota Qatar, Doha, juga memiliki akar kata daha yang berarti seperti bentuk payung. Juga idhiyya” atau “adhiyyah” yang diartikan dengan sarang burung onta yang dibuat dengan mengais-ngais pasir dengan kedua kakinya untuk meletakkan telur-telurnya.








Bentuk bumi bulat pepat dalam al -Qur’an. Diameter bumi lebih pendek pada kedua kutubnya dibandingkan dengan pada katulistiwa. (Catatan: Gambar di atas tidak dibuat sesuai skala, hanya untuk menunjukkan perbedaan diameter saja.)

Terlihat bahwa kata daha berhubungan dengan sesuatu yang berbentuk bulat atau sejenisnya. Seperti kebanyakan telur, bentuk telur burung unta ini tidaklah bulat sempurna seperti bola kaki. Ada sedikit lonjongnya. Ternyata para ilmuwan juga mengetahui bahwa bentuk bumi tidaklah bulat sempurna melainkan agak pipih di kedua kutubnya. Artinya, diameter bumi lebih pendek pada daerah kutub dibandingkan dengan pada daerah katulistiwa.
Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa Al Qur’an tidak menyatakan bahwa bentuk bumi adalah datar sebagaimana anggapan mereka yang mempercayai faham “Bumi Datar”. Bahkan sebaliknya, Al Qur’an menyiratkan bentuk bumi yang bulat sesuai dengan kajian ilmiah mutakhir.
Sejarah singkat dalam islam menghitung bentuk bumi
sejak jaman dahulu, ilmuwan islam di abad ke-8/9 M, sudah mengenal dan membuktikan bahwa bumi bulat. Tidak jarang para khalifah memerintahkan para ahli matematika atau astronomi muslim untuk mengukur wilayah kekuasaan mereka dengan perhitungan berdasarkan bentuk bumi yang bulat. Hasil perhitungan mereka bahkan cukup teliti sehingga tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan moderen. Contohnya, para astronomer di bawah Khalifah Al Ma’mun pernah mengukur keliling bumi dan menemukan besarnya adalah: 40,248 km. Angka ini cukup dekat dengan perhitungan moderen sebesar 40,068 km
NASA baru ada dalam hitungan puluhan tahun dan bukan NASA yang menyatakan bahwa bumi itu bulat pertama kalinya. 
Para ilmuwan, sejak ratusan tahun yang lalu, termasuk para ilmuwan muslim, menyimpulkan bahwa bumi bulat dari hasil kajian ayat-ayat Allah yang ada di alam semesta juga.
Bahkan dalam sejarah islam, hasil kajian para ilmuwan muslim tersebut tidak memperoleh kecaman dari para ulama di jamannya. Tidak ada yang menghujat atau menyalahkan pendapat para ilmuwan muslim yang menyatakan bahwa bumi itu bulat.
Sekarang, sayangnya, sebagian kaum muslimin, mengikuti pendapat Flat-earth society yang justru didirikan oleh kaum di luar islam. Ironis…

Semoga bermanfaat

oleh Habib bin Hilal
sumber
http://blog.al-habib.info/id/2016/09/benarkah-quran-menyatakan-bentuk-bumi-datar/